
GORONTALO SERU – Masalah pembebasan lahan seluas 7,2 hektar di Desa Hutabohu, Kecamatan Limboto Barat, yang telah berlarut-larut selama lebih dari satu dekade, menjadi perhatian serius Komisi 1 DPRD Provinsi Gorontalo. Langkah konkret akan segera diambil melalui rencana pertemuan dengan Penjabat (PJ) Gubernur Gorontalo untuk mencari solusi atas konflik yang merugikan pemilik lahan dan mencederai kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Ketua Komisi 1 DPRD Provinsi Gorontalo, Fadli Poha, menegaskan bahwa penyelesaian persoalan ini menjadi prioritas utama. Dalam Rapat Kerja (Raker) yang digelar bersama Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait dan kuasa hukum pemilik lahan pada Senin (16/12/2024), Fadli menekankan pentingnya segera menjadwalkan pertemuan dengan Sekretaris Daerah (Sekda) dan PJ Gubernur.
“Ini perlu ada pertemuan dengan Sekda dan PJ Gubernur. Insya Allah, kami akan agendakan segera. Pemilik lahan sudah terlalu lama menunggu kepastian yang tak kunjung datang,” ujar Fadli.
Kronologi Masalah Pembebasan Lahan
Persoalan ini bermula sejak 2011, ketika lahan seluas 7,2 hektar di Desa Hutabohu diajukan untuk pembebasan. Namun, hingga kini, masalah administratif dan koordinasi antara pemerintah daerah dan pihak terkait belum terselesaikan.
Fikram Salilama, anggota Komisi 1, menyampaikan keprihatinannya atas minimnya progres meski masalah ini telah dibahas berkali-kali.
“Sejak periode DPRD sebelumnya hingga kini, hampir 10 kali rapat sudah dilakukan. Namun, hasilnya selalu sama: hanya menceritakan ulang kronologi tanpa ada solusi nyata. Warga dan pemilik lahan dirugikan karena pemerintah tidak bertindak tegas,” ungkap Fikram dengan nada tegas.
Menurutnya, inisiatif untuk melibatkan PJ Gubernur dalam diskusi menjadi satu-satunya jalan keluar agar ada keputusan yang mengikat semua pihak.
Komisi 1 DPRD Kritik Terhadap Kinerja Pemerintah
Kegagalan menyelesaikan persoalan ini selama 13 tahun mengundang kritik tajam dari sejumlah anggota Komisi 1. Femy Udoki, politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN), menilai lambannya penyelesaian sebagai bentuk keteledoran pemerintah.
“Masalah ini sudah berjalan 13 tahun, berpindah dari satu Gubernur ke Gubernur lain, hingga sekarang di bawah PJ Gubernur, tetap tidak ada solusi. Ini mencerminkan kelemahan dalam birokrasi kita,” ujar Femy.
Menurutnya, jika tidak segera diselesaikan, dampaknya tidak hanya merugikan pemilik lahan, tetapi juga menciptakan preseden buruk bagi persoalan pembebasan lahan lainnya di masa depan.

Dukungan dari Pemilik Lahan
Langkah Komisi 1 untuk melibatkan PJ Gubernur mendapat sambutan positif dari pihak pemilik lahan. Zulkarnain Daipaha, kuasa hukum keluarga pemilik lahan, menyatakan dukungannya terhadap rencana tersebut.
“Kami sangat mendukung langkah yang diusulkan oleh Komisi 1, khususnya dari Pak Fikram. Ini adalah langkah yang sangat tepat untuk memecahkan kebuntuan,” kata Zulkarnain.
Ia juga berharap agar pemerintah daerah segera menunjukkan komitmen nyata dalam menyelesaikan masalah ini sehingga tidak ada lagi pihak yang dirugikan.
Langkah Konkret yang Harus Dilakukan
Untuk memastikan masalah pembebasan lahan ini dapat diselesaikan dengan cepat, Komisi 1 mengajukan sejumlah langkah konkret, di antaranya:
1. Pertemuan dengan PJ Gubernur dan Sekda
Pertemuan ini bertujuan untuk mendengarkan pandangan semua pihak dan mencari solusi yang bisa diterapkan segera. Keterlibatan PJ Gubernur dinilai penting untuk memberikan keputusan yang mengikat.
2. Peninjauan Ulang Administrasi
Masalah administratif sering menjadi hambatan utama dalam pembebasan lahan. Pemerintah perlu melakukan audit terhadap dokumen-dokumen terkait untuk memastikan tidak ada kekeliruan yang menghambat proses.
3. Koordinasi Antara OPD dan Pemerintah Provinsi
Kurangnya koordinasi antara OPD di tingkat kabupaten/kota dan pemerintah provinsi menjadi salah satu penyebab utama persoalan ini. Diperlukan sistem kerja yang lebih terintegrasi untuk menyelesaikan konflik semacam ini.
4. Pemanfaatan Teknologi Digital
Sistem digitalisasi dapat mempercepat proses administrasi dan meminimalkan potensi kesalahan manusia. Hal ini juga penting untuk meningkatkan transparansi dalam pembebasan lahan.
5. Kepastian Hukum
Keputusan hukum yang jelas dan mengikat perlu diambil untuk melindungi hak pemilik lahan sekaligus memberikan landasan hukum bagi pemerintah dalam melanjutkan proyek terkait.
Langkah Komisi 1 DPRD Provinsi Gorontalo untuk segera menjadwalkan pertemuan dengan PJ Gubernur menjadi harapan baru bagi pemilik lahan yang telah lama menunggu kejelasan. Namun, keberhasilan penyelesaian masalah ini memerlukan komitmen penuh dari semua pihak yang terlibat, baik pemerintah daerah, DPRD, maupun pemilik lahan.
Persoalan ini menjadi pelajaran penting bagi pemerintah daerah untuk lebih serius menangani masalah administrasi dan koordinasi dalam proyek pembebasan lahan. Jika tidak, masalah serupa bisa terus berulang, menghambat pembangunan dan menciptakan ketidakpercayaan publik terhadap birokrasi.
Dengan adanya upaya nyata yang dilakukan DPRD dan pemerintah, diharapkan konflik ini dapat segera diselesaikan sehingga semua pihak yang terlibat dapat memperoleh keadilan. Kota Gorontalo membutuhkan langkah tegas dan solusi yang terarah untuk menyelesaikan masalah yang telah berlangsung terlalu lama.