
GORONTALO SERU – Gorontalo sedang menghadapi krisis listrik yang melumpuhkan berbagai sektor ekonomi, terutama Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Pemadaman serentak yang dimulai sejak Rabu (11/12) pukul 14.00 WITA hingga saat ini telah mengakibatkan kelumpuhan total bagi banyak UMKM di berbagai bidang. Situasi ini semakin sulit mengingat sebagian besar aktivitas UMKM sangat bergantung pada perangkat elektronik yang membutuhkan pasokan listrik stabil.
Meski belum ada rilis resmi dari pemerintah mengenai jumlah kerugian yang diderita para pelaku UMKM, dampaknya sudah dapat dirasakan secara langsung. Pemilik usaha kecil menengah kehilangan pendapatan harian mereka, sementara beberapa usaha besar terpaksa menghentikan operasional secara mendadak. Kondisi ini memicu keresahan di kalangan pelaku usaha yang menuntut adanya tanggung jawab dari pihak terkait.
Pernyataan Resmi PLN Gorontalo
Menanggapi situasi ini, PLN telah mengeluarkan pengumuman resmi yang menjelaskan penyebab pemadaman. Menurut PLN, pemadaman terjadi akibat kerusakan pada jalur transmisi yang menghubungkan Gorontalo dan Sulawesi Utara. Dalam pernyataan tersebut, PLN juga menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat atas ketidaknyamanan yang terjadi.
Namun, penjelasan ini memunculkan pertanyaan baru di tengah masyarakat. Gorontalo sebenarnya memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang dioperasikan oleh PT Gorontalo Listrik Perdana (GLP), anak usaha dari TBS Energi Utama Tbk (TOBA). PLTU Sulbagut-1 yang berkapasitas 2 x 50 MW di Kabupaten Gorontalo Utara mulai beroperasi sejak April 2022. Dengan kapasitas produksi mencapai 35.000 MW, Gorontalo sejatinya mampu memenuhi kebutuhan listriknya sendiri tanpa bergantung dengan Sulawesi Utara lagi.

Tuntutan Transparansi dan Ganti Rugi
Masyarakat dan pelaku usaha mempertanyakan alasan mengapa Gorontalo masih bergantung pada transmisi listrik dari Sulawesi Utara, meskipun memiliki sumber daya listrik yang memadai. Tidak sedikit yang menduga bahwa listrik yang dihasilkan PLTU Gorut lebih dulu disuplai ke Sulawesi Utara sebelum kembali didistribusikan ke Gorontalo. Jika benar demikian, pola distribusi ini dianggap tidak adil dan merugikan masyarakat Gorontalo.
Selain itu, pelaku usaha mendesak PLN untuk memberikan kompensasi atas kerugian yang diderita akibat pemadaman ini. Permohonan maaf saja dinilai tidak cukup untuk mengatasi dampak ekonomi yang signifikan. Pemerintah daerah juga diminta turun tangan untuk memastikan transparansi dalam pengelolaan listrik di wilayah ini.
Dampak Jangka Panjang
Pemadaman listrik seperti ini bukan hanya soal ketidaknyamanan sehari-hari, tetapi juga ancaman serius bagi stabilitas ekonomi daerah. UMKM sebagai tulang punggung ekonomi Gorontalo sangat bergantung pada keandalan infrastruktur listrik. Tanpa solusi yang konkret, peristiwa serupa dapat melemahkan daya saing ekonomi Gorontalo di masa depan.
Pemerintah, PLN Gorontalo, dan pemangku kepentingan lainnya harus bekerja sama untuk menemukan solusi yang adil dan berkelanjutan. Masyarakat berharap agar peristiwa ini menjadi pembelajaran dan mendorong perbaikan sistem kelistrikan di Gorontalo.