TAJUK | Arogansi MYB, Pengusaha PETI dari Timur yang Berani Menantang Penegak Hukum

Ditulis Oleh: Fadli Thalib, Profesional Jurnalis Gorontalo

Editor: El-Ghava, Gorontalo Seru


Zen Seru! Di tengah riuh rendah pemberantasan tambang emas ilegal di Provinsi Gorontalo, muncul satu nama yang mengguncang panggung hukum dan kekuasaan: Marten Yosi Basaur (MYB).

Marten adalah pengusaha tambang asal Merauke, Papua, yang bukan hanya nekat beroperasi tanpa izin, tetapi juga menantang aparat secara terbuka.

Dalam satu peristiwa yang terekam kamera, Marten mendatangi Mapolres Boalemo. Bukan untuk menyerahkan diri, melainkan untuk mengonfrontasi aparat dan menyebut nama-nama oknum polisi yang dituding membekingi aktivitas tambangnya.

Lebih dari itu, ia bahkan berani mengancam Kapolres dengan dalih punya bekingan yang lebih kuat, dan mengaku akan melaporkan keterlibatan internal kepolisian ke Propam Polda Gorontalo.

Langkah Marten menggambarkan sesuatu yang lebih dalam ketimbang sekadar pelanggaran hukum. Ia hadir membawa alat berat dan nyali politik, menjelma menjadi simbol kekacauan hukum di wilayah yang selama ini tenggelam dalam praktik tambang tanpa izin (PETI).

“Siapa sebenarnya yang berkuasa atas tambang emas di Gorontalo? Aparat, rakyat lokal, atau pengusaha dengan beking elit?”
—Pertanyaan besar yang kini menggantung di udara—

Jejak Buram Sang Pemodal

Nama Marten Yosi Basaur mungkin terdengar asing di telinga publik Gorontalo. Namun rekam jejaknya berbicara lain.

Berdasarkan penelusuran, ia pernah dijatuhi hukuman oleh Pengadilan Negeri Timika pada 2020, terkait kasus tambang ilegal.

Beberapa sumber juga menyebut ia kerap berpindah dari satu daerah ke daerah lain, beroperasi di wilayah abu-abu hukum, dan selalu lolos dari jerat hukum.

Kini, ia menetap sementara di Gorontalo, menjalankan tambang emas ilegal di Boalemo dan Pohuwato.

Berbeda dari pelaku PETI lain yang cenderung bersembunyi, Marten tampil lantang. Ia membuka borok, menyebut oknum pejabat Polda, dan menantang hukum dengan kepercayaan diri yang luar biasa.

Beberapa sumber menyebut, Marten diduga memiliki bekingan kuat dari perwira tinggi polisi, bahkan jenderal.

Jika benar, ini bukan sekadar perang narasi, melainkan perang patron, di mana hukum berubah menjadi medan tarik-menarik kepentingan di tubuh Polda Gorontalo.

PETI: Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas

Gorontalo bukan pemain baru dalam dunia PETI. Boalemo, Pohuwato, hingga Bone Bolango menyimpan jejak panjang tambang ilegal—yang berbuah pencemaran lingkungan, konflik agraria, dan kriminalisasi masyarakat adat.

Namun, yang menjadi sorotan tajam adalah ketimpangan penegakan hukum. Faktanya, tiga penambang tradisional, warga Dusun Sambati, Desa Dulupi, ditangkap karena menambang secara ilegal hanya untuk bertahan hidup.

Sementara itu, pemodal besar seperti Marten bebas melenggang, bahkan berani mengancam aparat.

“Di negeri ini, rakyat ditangkap karena mencari makan. Tapi pemodal bisa mendikte hukum.”

Masyarakat Lokal: Korban yang Dilupakan

Di balik gegap gempita tambang, suara masyarakat lokal nyaris tak terdengar. Mereka tak punya akses IUP, tak punya modal, dan tentu tak punya beking. Ketika tambang dilegalkan untuk korporasi, mereka terusir. Ketika tambang ilegal, mereka dipenjara.

Padahal, merekalah pemilik sah tanah-tanah itu secara turun-temurun. Tapi di panggung hukum, mereka hanya penonton yang kadang jadi tumbal.

Polda Gorontalo: Diuji oleh Pengakuan Marten

Kini, Polda Gorontalo menghadapi ujian serius. Jika pengakuan Marten tentang keterlibatan oknum benar adanya, dan tidak ditindak, maka kepercayaan publik bisa terjun bebas. Terlebih, Polda sedang menangani kasus PETI di Dulupi.

Independensi kepolisian dipertaruhkan. Apakah hukum akan ditegakkan secara adil? Atau justru ditekuk oleh tekanan politik dan uang?

Reformasi Tambang atau Hanya Sandiwara?

Kisruh Marten Yosi Basaur membuka jendela lebar ke dunia tambang ilegal yang selama ini berlangsung dalam gelap. Ia menunjukkan bahwa modal dan jaringan bisa mengalahkan hukum, bahkan mempermalukannya.

Solusi tak bisa datang dari tindakan sporadis atau operasi dadakan. Diperlukan audit total tambang-tambang di Gorontalo, baik legal maupun ilegal, yang melibatkan akademisi, masyarakat sipil, dan KPK.

Jika tidak, hukum hanya menjadi panggung drama, dan lagi-lagi, rakyat kecil tetap jadi korban yang dilupakan.

Share this news

Related Posts

Baznas Salurkan Rp. 242 juta Lebih Untuk Para Fuqara dan Masakin

Wujud Nyata Kolaborasi Pemerintah dan Umat dalam Menyejahterakan Warga Zen Seru! Dipusatkan di Aula Banthayo Lo Yiladia, Rabu (02/07), Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kota Gorontalo menggelar acara pendistribusian dana…

Share this news

Desa Bongohulawa Pertahankan Tradisi “Mohuyula” di Tengah Arus Individualisme Modern

Zen Seru! Di tengah laju modernisasi dan gaya hidup serba cepat yang menjalar di kota-kota besar Indonesia, masyarakat Desa Bongohulawa, Kecamatan Tilongkabila, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, masih memegang teguh nilai-nilai…

Share this news

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *