(TAJUK) Tantangan dan Dinamika Pemilu serta Pilkada Serentak 2024 di Bolaang Mongondow

Penulis: Bambang Hermanto Bambuena, Pawascam Dumoga, Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara


GORONTALO SERU – Pesta demokrasi 2024 telah selesai digelar. Dua agenda besar berlangsung, yaitu pemilu serentak pada 14 Februari 2024 dan pilkada serentak pada 27 November 2024.

Di Bolaang Mongondow, perjalanan menuju dua momen krusial ini diwarnai oleh berbagai dinamika yang memerlukan perhatian khusus, terutama yang terjadi di level badan adhoc penyelenggara pemilu.

Tantangan yang dihadapi meliputi keterlambatan regulasi, perbedaan penafsiran aturan oleh pimpinan, dan masalah politik uang yang belum terpecahkan. Semua ini menjadi beban berat bagi para penyelenggara di lapangan.

Problematika Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan Pengaruhnya

Partisipasi Salah satu isu yang tidak pernah lepas dari sorotan setiap penyelenggaraan pemilu adalah daftar pemilih. Proses penyusunan DPT selalu menjadi tahapan terpanjang dan paling kompleks. Dimulai dari pencocokan dan penelitian (coklit) oleh petugas pemutakhiran data pemilih (pantarlih) selama satu bulan, diikuti dengan pleno Daftar Pemilih Hasil Pemutakhiran (DPHP), hingga akhirnya ditetapkan sebagai Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Namun, kenyataan di lapangan sering kali berbanding terbalik. Meskipun telah mengantongi C. Pemberitahuan dari KPPS, pemilih masih dihadapkan pada persyaratan tambahan seperti KTP-el atau paspor. Hal ini menjadi kendala besar, terutama bagi mereka yang belum memiliki KTP-el, kehilangan KTP-el sesaat sebelum hari pemilihan, atau tidak memiliki paspor.

Baca Juga: Kasus Kejahatan Menurun, Penyelesaian Meningkat: Kriminal di Gorontalo Masih Didominasi Kejahatan Konvensional

Pilkada

Dampak dari Persoalan DPT Kejadian ini secara langsung berkontribusi terhadap rendahnya partisipasi pemilih. Pada pilkada serentak 2024, di Kabupaten Bolaang Mongondow tercatat, dari total 182.315 DPT, hampir 50.000 orang, atau, hanya mencapai 76,74% untuk pilgub dan 76,54% untuk Pilbub, tidak menyalurkan suara mereka. Fenomena ini mencerminkan kemunduran dalam proses demokrasi.

Sebagai solusi, penulis mengusulkan untuk menghapus kategori Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan menggantinya dengan sistem yang lebih sederhana, yaitu pendataan berbasis desa atau kelurahan. Tanpa perlu menambahkan istilah-istilah rumit seperti patarlih, coklit dan lain sebagainya, kita dapat membuat proses ini lebih efisien.

Dengan cara ini, kita bisa mengurangi beban anggaran dan tenaga yang selama ini terpakai untuk proses pencocokan dan penelitian (coklit) yang pada akhirnya tidak memberikan dampak yang signifikan, yang ada hanya kesan menghambur-hamburkan anggaran.

Masalah Politik Uang

Ancaman nyata bagi Demokrasi selain DPT adalah politik uang. Masalah ini tak kunjung usai dalam setiap kontestasi pilkada. Politik uang bukan hanya mencederai esensi demokrasi, tetapi juga membuka ruang bagi praktik korupsi di masa depan.

Meski berbagai upaya dilakukan oleh KPU dan Bawaslu melalui sosialisasi dan pengawasan partisipatif, namun dampaknya belum signifikan. Perlu adanya sinergi antara Aparat Penegak Hukum (APH), LSM, dan media untuk menekan laju praktik ini.

Studi Kasus pada pilkada 2024 di Bolaang Mongondow, setidaknya sembilan kasus politik uang berhasil digagalkan oleh pihak kepolisian melalui operasi tangkap tangan (OTT). Hal ini menunjukkan bahwa ketika APH, LSM, dan media berkolaborasi, praktik politik uang bisa ditekan secara efektif.

Baca Juga: Tren Tindak Kriminalitas sepanjang tahun 2023-2024 di Gorontalo, Fluktuatif!

Langkah Konkret untuk Menghapus Politik Uang Sebagai langkah preventif, pemerintah perlu menyusun regulasi yang mewajibkan keterlibatan aktif APH, LSM, dan media dalam setiap tahapan pemilu. Hal ini akan menciptakan pengawasan yang lebih kuat dan meminimalisir potensi pelanggaran.

Pentingnya Edukasi Politik di Kalangan Masyarakat Disamping penegakan hukum, edukasi politik juga memegang peranan penting dalam mencegah politik uang. Masyarakat perlu diedukasi tentang bahaya politik transaksional dan dampaknya bagi masa depan daerah mereka.

Edukasi ini dapat dilakukan secara masif melalui media sosial, televisi, radio, dan pertemuan langsung. Dengan peningkatan kesadaran masyarakat, diharapkan partisipasi dalam pengawasan pemilu semakin tinggi.

Inovasi dalam Penyelenggaraan Pemilu Salah satu inovasi yang dapat diterapkan adalah penggunaan tinta pemilu dengan teknologi stempel yang hanya dapat terhapus seiring waktu. Teknologi ini dapat mencegah pemilih menggunakan hak pilih lebih dari satu kali, tanpa perlu bergantung pada dokumen identitas tambahan.

Sederhananya;

Menuju Demokrasi yang Berkualitas Pesta demokrasi 2024 memberikan banyak pelajaran bagi seluruh elemen bangsa. Persoalan DPT dan politik uang adalah dua isu utama yang harus segera diatasi demi terciptanya pemilu yang jujur dan adil. Sinergi antara KPU, Bawaslu, APH, LSM, dan media harus diperkuat agar pesta demokrasi ke depan benar-benar mencerminkan kehendak rakyat.

Share this news

Related Posts

Ini Dia 3 Daerah di Gorontalo yang Dapat Insentif Perpusnas!

Zen Seru! Tahun ini cuma tiga daerah di Provinsi Gorontalo yang kebagian insentif dari Perpustakaan Nasional. Siapa aja sih yang beruntung itu? Yuk, kita kulik berdasarkan wawancara eksklusif bersama Kepala…

Share this news

Ustadz Yahya Waloni Wafat Saat Khotbah Jum’at di Hari Raya Idul Adha

Zen Seru! Suasana haru menyelimuti Masjid Darul Falah, Makassar. Hari yang seharusnya penuh suka cita bagi umat Muslim berubah menjadi momen duka mendalam. Ustadz Yahya Waloni, sosok dai yang dikenal…

Share this news

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *