
Zen Seru! Perkara tanah warisan di Gorontalo, yang menyeret nama sejumlah pihak termasuk aparat pemerintah, kembali bergulir panas di meja hijau.
Rabu (25/06/2025) mendatang, sidang lanjutan dengan agenda pembuktian atas kasus yang melibatkan H. Agussalim Potale dkk sebagai penggugat akan kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Gorontalo.
Menariknya, kasus ini bukan sekadar soal lahan kosong. Di atas sebagian tanah yang disengketakan, bangunan rumah permanen sudah berdiri, sertifikat sudah terbit, tapi asal-usulnya masih jadi tanda tanya besar.
Tanah Warisan Beralas Hak Akta Jual Beli
Dalam wawancara Senin malam (23/06/2025), kuasa hukum penggugat, Fahmi Saputra Al-Idrus, mengungkapkan bahwa objek perkara adalah tanah warisan milik mantan Bupati Gorontalo, almarhum Ahmad Pakaya.
“Tanah yang disengketakan adalah warisan peninggalan almarhum Ahmad Pakaya yang beralaskan hak berupa surat akta Jual beli,” ungkap Fahmi.
Namun, dari 8 hektar, sekitar 1.000 meter persegi dari lahan tersebut diduga telah berubah kepemilikan, lengkap dengan sertifikat atas nama pihak lain, tanpa sepengetahuan ahli waris.
“Termasuk ada rumah milik Syaiful Rahmat yang sudah berdiri di sana,” kata Fahmi.
“Masalahnya, kami belum pernah mengetahui adanya proses jual beli, hibah, tukar-menukar, apalagi wakaf yang dilakukan atas tanah itu,” sambungnya.
Siapa Saja yang Terseret?
Dalam daftar tergugat, bukan hanya individu perorangan. Pemerintah setempat termasuk BPN turut masuk terlibat. Berikut nama-nama tergugat:
- Fitri Parman
- Syaiful Rahmat
- Novaldi Abdullatif
- Mohammad Adam
- Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Gorontalo
- Lurah Buladu
- Camat Kota Barat
Menurut Fahmi, keterlibatan institusi pemerintah menunjukkan bahwa masalah ini bukan perkara biasa.
“Kami ingin tahu, dari mana para tergugat mendapatkan legalitas atas tanah itu,” tegasnya.
Saling Klaim
Dalam proses sidang sebelumnya, para tergugat tetap pada dalil bahwa tanah yang disengketakan adalah milik sah mereka.
Bahkan mereka sempat menggugat kewenangan PN Gorontalo, menyebut bahwa perkara ini bukan ranah pengadilan negeri.
Namun, Fahmi menjelaskan bahwa pengadilan sudah memutuskan bahwa PN Gorontalo berwenang mengadili perkara ini.
“Artinya, proses hukum akan terus bergulir ke tahap pembuktian kepemilikan,” pungkasnya.
“Sidang besok jadi kunci, karena masing-masing pihak akan mulai menunjukkan bukti-bukti kepemilikan surat,” tambah Fahmi.
Kasus ini menyentuh bukan hanya soal dokumen dan hukum, tapi juga emosi dan sejarah keluarga.
Para penggugat berharap sidang ini bisa membuka tabir siapa sebenarnya pemilik sah dari tanah yang diperebutkan.
Ini bukan sekadar lahan, ini soal warisan dari orang tua yang tiba-tiba bergeser tangan tanpa penjelasan.
Akankah misteri tanah 1000 m² ini menemukan titik terang? Atau justru babak baru konflik hukum akan dimulai?