
Zen Seru! Data terbaru Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) menunjukkan, korban kekerasan terhadap perempuan dan anak terbanyak datang dari jenjang SMA, usia yang katanya lagi seru-serunya eksplor jati diri, terkadang justru jadi pelaku atau sasaran empuk kekerasan.
“Korban terbanyak berasal dari jenjang SMA,” ungkap Kepala Dinas PPA Provinsi Gorontalo, dr. Yana Yanti Suleman, disela kegiatan sosialisasi di MAN Insan Cendekia Gorontalo, Selasa (8/10).
Data itu bukan asal sebut. Berdasarkan catatan real-time dari Simfoni PPA, kelompok usia SMA memang mendominasi daftar korban kekerasan seksual di Gorontalo.
Menurut dr. Yana, fase remaja SMA adalah masa yang paling kompleks, di satu sisi penuh rasa ingin tahu dan pencarian jati diri, tapi di sisi lain, justru membuat mereka lebih rentan terhadap manipulasi dan kekerasan, terutama yang berkedok hubungan dekat atau candaan teman sebaya.
“Edukasi soal kekerasan dan batasan personal itu harus dimulai sejak dini, bukan setelah anak jadi korban. Anak-anak perlu tahu bahwa mereka punya hak atas tubuh dan rasa aman,” ujarnya serius.
Karena itu, Dinas PPA Gorontalo kini gencar turun ke sekolah-sekolah lewat program sosialisasi dan edukasi. Mereka menggandeng psikolog, guru BK, dan tenaga ahli untuk mengenalkan jenis-jenis kekerasan, dampaknya, serta membentuk siswa jadi pelapor sekaligus pelopor lingkungan yang aman.
Dr. Yana juga menyoroti satu kebiasaan yang sering diremehkan tapi sebenarnya berbahaya, ‘candaan yang melecehkan’.
“Kita harus hentikan normalisasi perilaku kasar dengan alasan ‘cuma bercanda’. Karena dari situlah akar kekerasan tumbuh. Kalau dibiarkan, anak-anak akan berpikir itu hal biasa,” tegasnya.
Sebagai langkah nyata, PPA juga mendorong pembentukan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di tiap sekolah.
Tim ini nantinya bekerja sama dengan puskesmas, pihak kepolisian, dan komunitas lokal untuk memperkuat sistem pelaporan dan penanganan kasus kekerasan di usia remaja.
Tujuannya jelas: menciptakan ruang belajar yang aman dan ramah bagi semua siswa.
“Kami ingin setiap anak di Gorontalo merasa aman, dihargai, dan tahu bahwa mereka dilindungi. Sekolah harus jadi tempat membangun karakter, bukan tempat menyimpan trauma,” tutup dr. Yana.
Dengan sistem pencegahan yang makin kuat dan kolaborasi lintas sektor, PPA Gorontalo berharap tren kekerasan seksual di kalangan remaja bisa ditekan, dan anak muda bisa tumbuh jadi generasi yang lebih sadar, berani bersuara, dan peduli terhadap perlindungan diri dan sesama.