Gara-Gara Jualan di TPI Hulonthalangi, Walikota Bakal Laporkan Gubernur ke Polda

Zen Seru! Drama antara dua pucuk pimpinan daerah kian memanas. Belum selesai perkara BSG, Walikota lagi-lagi ngancam bakal laporin Gubernur karena perkara TPI Hulonthalangi.

Walikota Gorontalo, Adhan Dambea, ngasih ultimatum keras kepada Gubernur kalau masih ada yang jualan non-ikan di TPI hari ini, ia bakal melaporkan Gubernur atas pelanggaran UU dan Perda RT/RW.

“Kalau besok masih ada yang jualan, kita mo lapor Gubernur Gorontalo. Ini bukan perkara dendam, tapi ini penegakan undang-undang dan penegakan hukum pada rakyat,” tegas Adhan, dikutip dari video TikTok Rgol.id (30/04/25).

—Buat yang bingung, sini, Goseru jelasin!

Jadi gini ceritanya, menurut aturan RT/RW No. 26 tahun 2007, TPI itu seharusnya cuma buat aktivitas bongkar muat ikan, bukan malah jadi pasar umum yang jualan dari sayur, daging, rempah-rempah, bahkan makanan saji.

Makanya, karena dinilai cacat aturan, walikota Adhan meledak-ledak. Tahulah, walikota kita kek gimana orangnya? Terkenal tegas dan nggak neko-neko.

Apalagi soal penegakan aturan, orangnya mah, nggak ada obat! Paling depan kalo soal aturan.

—Terus hubungannya sama Gubernur apa? 🤷🤔

Ternyata, terungkap jika selama ini para pedagang dimintai oleh pihak Pemda Provinsi iuran bulanan untuk berjualan di TPI.

Makanya, para pedagang di TPI juga nggak tinggal diam. Mereka merasa dijebak aturan, dan enggan meninggalkan TPI.

Salah satu pedagang, Dermin Hasan, curhat kalau mereka ngerasa legal-legal aja jualan di situ.

Soalnya, mereka rutin bayar retribusi Rp120 ribu per bulan plus Rp2 ribu per hari buat kebersihan.

“Kami jualan di sini nggak ilegal. Bayar retribusi tiap bulan, tiap hari juga bayar buat kebersihan. Jadi heran aja kenapa sekarang mau dipindahkan” ucap Dermin.

“Kalau memang nggak boleh dari awal, kenapa dulu dibiarkan?” sambungnya, mewakili keresahan banyak pedagang lainnya.

Menapik pengungkapan itu, Kepala UPTD Pelabuhan Tenda, Linda Hagu, langsung klarifikasi!

Menurutnya, yang dibayar itu bukan retribusi usaha, tapi cuma biaya sewa tempat alias lapak aja. Dan itu pun udah sesuai sama Perda No. 1 Tahun 2022.

“Yang dikenakan retribusi bukan jenis usaha ya, tapi lapaknya. Itu sesuai Perda,” tegas Linda, membantah anggapan bahwa dagangan mereka dilindungi retribusi.

Nah lho, makin ruwet kan? Satu sisi soal aturan, satu sisi lagi soal hak pedagang yang ngerasa udah bayar dan dibiarkan bertahun-tahun.

Sekarang tinggal nunggu besok, bakal ada jualan lagi atau nggak? Dan… akankah laporan ke Polda beneran terjadi?

Menurut kalian gimana, gengs?

Share this news

Related Posts

Baznas Salurkan Rp. 242 juta Lebih Untuk Para Fuqara dan Masakin

Wujud Nyata Kolaborasi Pemerintah dan Umat dalam Menyejahterakan Warga Zen Seru! Dipusatkan di Aula Banthayo Lo Yiladia, Rabu (02/07), Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kota Gorontalo menggelar acara pendistribusian dana…

Share this news

Desa Bongohulawa Pertahankan Tradisi “Mohuyula” di Tengah Arus Individualisme Modern

Zen Seru! Di tengah laju modernisasi dan gaya hidup serba cepat yang menjalar di kota-kota besar Indonesia, masyarakat Desa Bongohulawa, Kecamatan Tilongkabila, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, masih memegang teguh nilai-nilai…

Share this news

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *