
Zen Seru! Di tengah laju modernisasi dan gaya hidup serba cepat yang menjalar di kota-kota besar Indonesia, masyarakat Desa Bongohulawa, Kecamatan Tilongkabila, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, masih memegang teguh nilai-nilai kemanusiaan yang kian langka yang disebut: Mohuyula.
Sebuah tradisi kerukunan, gotong royong, dan empati sosial antar masyarakat.
Hari ini, Kamis (26/6/2025), desa ini kembali memperlihatkan kekuatan solidaritasnya saat kabar duka menyelimuti seorang warganya yang wafat pada pukul 14.30 WITA.
Tak lama setelah pengumuman kematian disampaikan dari masjid usai Salat Ashar sekitar pukul 15.20, warga langsung bahu-membahu menggelar tenda duka, menata kursi, menyiapkan pemakaman, dan mendampingi keluarga yang ditinggalkan.
Hanya dalam waktu kurang dari satu jam, segala keperluan utama untuk prosesi pemakaman telah disiapkan dengan tertib dan cepat.
Pada pukul 16.44, masyarakat sudah berkumpul di lokasi pemakaman untuk mengikuti prosesi penguburan yang berlangsung khidmat, penuh doa dan keharuan.
Tanpa perlu dikomando, semua bekerja dalam diam namun penuh makna—terus menghidupkan semangat “mohuyula“, tradisi lokal yang bermakna saling membantu, baik di saat suka maupun duka.
Pemandangan ini kontras dengan yang kerap ditemui di banyak wilayah perkotaan, di mana hubungan antar-warga cenderung renggang.
Di kota, tak jarang kabar duka bahkan tidak terdengar hingga berhari-hari, dan keluarga yang berduka harus mengandalkan penyedia jasa profesional karena minimnya keterlibatan tetangga.
“Budaya saling sapa telah digantikan oleh pagar tinggi dan kehidupan yang sibuk sendiri-sendiri”
Berbeda dengan desa seperti Bongohulawa, gotong royong bukan hanya slogan. Ia menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.
Setiap warga, tanpa pandang status sosial, memiliki peran dalam menjamin rasa aman dan saling memiliki di tengah komunitas. Dalam duka sekalipun, desa ini tak kehilangan arah: ia bersatu.
Kepala desa, tokoh agama, dan tokoh adat semua hadir secara spontan, memperlihatkan bahwa struktur sosial di desa masih mengakar kuat.
Anak-anak muda pun ikut serta, menjadi penerus tradisi yang diwariskan turun-temurun.
“Mohuyula” bukan hanya nilai budaya, tapi juga identitas yang mereka pelihara dengan bangga.
Fenomena ini menjadi pengingat bahwa kemajuan bukan hanya soal infrastruktur atau teknologi, melainkan juga tentang kualitas hubungan antar manusia.
Desa Bongohulawa telah membuktikan bahwa modernitas bisa berjalan seiring dengan nilai-nilai luhur jika dijaga dengan kesadaran kolektif.
Kini, di tengah dunia yang semakin individualistik, tradisi “mohuyula” layak menjadi inspirasi.
Warga Bongohulawa menunjukkan bahwa di balik kesederhanaan hidup desa, tersimpan pelajaran besar tentang arti kemanusiaan yang sejati.