Donald Trump Berencana Hapus ‘Daylight Saving Time’: Sebut Tidak Praktis dan Mahal

Source: Aljazeera News/translate: DeepL


Amerika Serikat adalah salah satu dari sedikit negara yang masih menerapkan perubahan waktu dua kali setahun. Namun, praktik ini mungkin segera berakhir di bawah kepemimpinan Presiden terpilih Donald Trump.

Donald Trump

GORONTALO SERU – Donal Trump baru-baru ini menyatakan keinginannya untuk menghapus daylight saving time (DST), praktik memajukan jam selama musim panas untuk memanfaatkan waktu siang yang lebih panjang.

Dalam unggahan di media sosial pada Jumat lalu, Trump menyebut bahwa Partai Republik akan bekerja keras untuk menghapus DST, yang ia nilai tidak efisien dan mahal.

“Partai Republik akan berusaha sebaik mungkin untuk menghapus Daylight Saving Time, yang hanya memiliki sedikit pendukung kuat, tetapi seharusnya tidak ada!” tulis Trump, dalam cuitannya dimedia sosial X (13/12/24).

“Daylight Saving Time tidak praktis dan sangat mahal bagi negara kita,” lanjutnya.

Donald Trump, yang akan resmi dilantik pada 20 Januari, didukung oleh sejumlah tokoh penting yang juga secara vokal menentang DST. Salah satunya adalah Senator Marco Rubio dari Florida, yang selama bertahun-tahun mengajukan usulan untuk mengakhiri perubahan waktu ini di Kongres. Pada 2022, RUU bernama Sunshine Protection Act yang diajukannya sempat lolos di Senat, tetapi gagal mendapatkan dukungan di Dewan Perwakilan.

Rubio, yang telah dipilih sebagai Menteri Luar Negeri di pemerintahan Trump, menyebut DST sebagai “praktik yang bodoh.” Selain Rubio, dua sekutu dekat Trump, Elon Musk dan Vivek Ramaswamy, juga mendukung penghapusan DST. Keduanya telah ditugaskan memimpin sebuah badan baru bernama Department of Government Efficiency, yang akan bertugas menyederhanakan regulasi federal, pengeluaran, dan birokrasi.

Debat Panjang Tentang Daylight Saving Time

Daylight saving time pertama kali diberlakukan di AS pada 1918 selama Perang Dunia I untuk menghemat energi. Namun, undang-undang ini dicabut pada 1919. Praktik ini kembali dihidupkan pada 1942 selama Perang Dunia II untuk mendukung keamanan nasional. Meski memiliki sejarah panjang, manfaat DST terus menjadi perdebatan hingga kini.

Pendukung DST berargumen bahwa perubahan waktu dapat menghemat energi dan memberikan lebih banyak waktu siang selama musim panas. Namun, banyak kritikus yang menyebut praktik ini mengganggu pola tidur, meningkatkan risiko masalah kesehatan seperti serangan jantung, serta memberikan dampak ekonomi negatif.

Sebuah survei tahun 2023 oleh firma riset YouGov menunjukkan bahwa lebih dari 60 persen orang Amerika ingin menghapus perubahan waktu dua kali setahun. Dari jumlah tersebut, 50 persen mendukung daylight time sebagai waktu permanen, sementara 32 persen memilih standard time.

Arizona dan Hawaii Tidak Ikut Mengubah Waktu

Saat ini, hanya dua negara bagian di AS yang tidak menerapkan DST: Arizona dan Hawaii. Sebagian besar negara bagian lainnya memundurkan jam mereka satu jam pada awal November dan memajukannya satu jam pada pertengahan Maret.

Banyak asosiasi medis mendukung menjadikan standard time permanen karena lebih selaras dengan siklus alami matahari dan kebutuhan tidur manusia. Namun, preferensi publik yang terpecah membuat penghapusan DST menjadi tantangan politik yang kompleks.

Masa Depan Daylight Saving Time di AS

Meskipun upaya untuk menghapus DST sebelumnya selalu gagal, dukungan yang semakin meluas dari masyarakat dan para pemimpin politik memberi harapan baru. Dengan Trump yang menjadikan penghapusan DST sebagai salah satu prioritasnya, perubahan ini berpotensi menjadi salah satu kebijakan awal di masa jabatannya.

Apakah AS akhirnya akan mengakhiri tradisi perubahan waktu ini? Hanya waktu yang akan menjawab.

Share this news

Related Posts

Minimal 30 Jam dan Tiga Kali Naik Pesawat: Inilah Kardinal Yang Datang Dari Tempat Paling Jauh

Zen Seru! John Atcherley Dew, Uskup Agung Emeritus Wellington, Selandia Baru, ditunjuk jadi Kardinal oleh Paus Fransiskus tahun 2015. Dulu pernah jadi misionaris dan dikenal sebagai sosok yang cukup progresif.…

Share this news

Siapa Yang Bakal Jadi Paus Berikutnya? Ini Dia Beberapa Nama Yang Diprediksi Bakal Gantiin Fransiskus

Zen Seru! Ada kandidat yang melanjutkan gaya kepemimpinan Paus Fransiskus, ada yang mungkin jadi paus Asia pertama, dan bahkan ada kemungkinan paus kulit hitam pertama dalam beberapa abad terakhir. Dilansir…

Share this news

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *