Zen Seru! Katanya mau antar jemaah ke Tanah Suci, eh malah nyasar ke “tanah hukum”. Janji berangkat Jamaah ke Mekah, tapi malah berakhir di balik jeruji.
Siapa sangka, sosok Mustafa Yasin yang biasanya tampil rapi di kursi DPRD kini tampil beda, pakai baju tahanan oranye dengan tangan terborgol.

Politikus yang juga dikenal sebagai bos biro perjalanan PT Novavil Mutiara Utama itu resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penipuan ibadah haji dan umrah oleh Polda Gorontalo, Selasa (11/11/2025).
Kapolda Gorontalo, Irjen Pol Widodo, mengonfirmasi langsung penetapan ini dalam konferensi pers yang cukup menyita perhatian media.
“Pelaku menjanjikan pemberangkatan haji dan umrah, bahkan haji furada dengan harga lebih murah dari pasaran. Tapi faktanya, para korban tak pernah diberangkatkan,” jelas Kapolda Gorontalo.
Modus Syurga Murah
Dari hasil penyelidikan, aksi ini bukan hal baru. Sejak 2017, Mustafa diduga menjalankan modus yang sama, menawarkan paket ibadah dengan harga “spesial”, jauh di bawah harga resmi.
Promosi gencar lewat media sosial, plus pendekatan personal ke masyarakat, membuat banyak calon jemaah tergiur.
Bahkan, tim promosi PT Novavil Mutiara Utama sempat merambah hingga Ternate untuk mencari calon jemaah baru.
Tapi harapan itu sirna. Dari total 62 korban, tak satu pun benar-benar diberangkatkan ke Tanah Suci.
Alih-alih digunakan untuk visa, tiket, dan akomodasi, uang mereka, sekitar Rp2,54 miliar, diduga malah “raib” untuk kepentingan pribadi sang dewan.
Yang bikin publik makin heboh, Mustafa bukan sembarang pebisnis. Ia adalah anggota DPRD aktif, yang semestinya jadi contoh bagi masyarakat.
Kasus ini mencoreng wajah lembaga legislatif. Apalagi, korbannya adalah masyarakat yang menaruh harapan besar untuk beribadah.
Penyidikan akan Berlanjut
Kapolda menegaskan, pihaknya masih menelusuri kemungkinan adanya korban tambahan dan aliran dana yang lebih besar dari nominal awal.
“Dana sebesar Rp2,54 miliar itu tidak digunakan sesuai peruntukannya. Ini jelas melanggar hukum,” tegas Irjen Widodo.
Atas perbuatannya, Mustafa dijerat dengan Pasal 120 dan 121 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, dengan ancaman maksimal 6 tahun penjara dan denda hingga Rp6 miliar rupiah.





