
Zen Seru! Drama perebutan warisan kembali mencuat, kali ini dari Kota Gorontalo. Sengketa ini bukan cuma tentang sebidang tanah dan sawah, tapi juga tentang keadilan yang selama ini ditutupi sertifikat hak milik yang dinilai tidak sah.
Kasus ini bermula dari gugatan yang dilayangkan pada 18 November 2024 lalu, oleh Zakir Gandura Bin Usman Gandura dkk, yang menggugat Sumartin Malango dkk, termasuk Lurah Heledulaa Utara dan pihak BPN Kota Gorontalo.
Objek yang disengketakan adalah sebidang tanah di Heledulaa Utara, Kecamatan Kota Timur, seluas 336 meter persegi, plus satu petak sawah luasnya sekitar 2000 meter persegi di Kelurahan Moodu, masih di kecamatan yang sama.
Warisan Tak Pernah Dibagi, Tapi Kok Tiba-Tiba Ada Sertifikat?
Inilah inti permasalahan. Menurut para penggugat, tanah dan sawah itu adalah harta peninggalan (budel waris) milik almarhumah Hawaria Dama, ibu dan nenek dari pihak penggugat dan tergugat.
Pasalnya, sampai Hawaria wafat, belum pernah ada pembagian warisan. Tapi anehnya, pada tahun 1982, tanah itu udah keluar sertifikat hak milik atas nama Yasin Kadir alias Bali Kadir, ayah dan suami dari para tergugat.
“Jelas, proses peng-sertifikatan ini tidak melalui prosedur yang sah,” tegas kuasa hukum penggugat, Fahmi Saputra Al-Idrus (14/05/25).
Fakta Hukum: Sertifikat Tanpa Izin, Ahli Waris Dilewati
Lebih lanjut, Fahmi menyebutkan bahwa Hawaria Dama tidak pernah memberikan atau mewariskan objek tersebut hanya kepada satu pihak saja.
“Tapi secara ajaib, muncul sertifikat atas nama orang tua atau suami pihak tergugat,” ungkap Fahmi.
“Sertifikat ini cacat hukum karena tidak melalui prosedur waris yang sah. Ada ahli waris yang dilewati, dan itu pelanggaran berat,” tambahnya lagi.
Atas dasar ini, pihak penggugat membawa kasus tersebut ke Pengadilan Agama Gorontalo.
Mereka menuntut agar objek warisan tersebut ditetapkan kepemilikannya secara hukum: siapa saja yang punya hak, dan berapa porsinya, sesuai hukum fara’id dalam Islam.
Kalau Tidak Mau? Dilelang Saja!
Zakir Gandura dkk tidak hanya menuntut pengakuan atas hak waris mereka. Mereka juga meminta agar Pengadilan Agama dapat membagi objek tanah dan sawah tersebut secara natura.
“Kalau memang tidak bisa dibagi secara natura, maka dilelang saja, dan hasilnya dibagi rata sesuai hukum fara’id,” terang Fahmi.
Putusan Pengadilan: Sertifikat Dibatalkan, Gugatan Dikabulkan!
Dan akhirnya, perjuangan mereka membuahkan hasil. Majelis Hakim Pengadilan Agama Gorontalo mengabulkan gugatan para penggugat dan menyatakan bahwa sertifikat hak milik yang diterbitkan BPN pada tahun 1982 itu tidak sah alias batal demi hukum.
“Alhamdulillah, kami bersyukur gugatan kami dikabulkan, dan sertifikat tersebut dibatalkan,” pungkas Fahmi dengan lega.
Kasus Ini Bukan Cuma Sengketa, Tapi Jadi Pelajaran Penting!
Kasus ini jadi bukti bahwa soal warisan nggak bisa dianggap remeh. Harus jelas, adil, dan semua pihak yang berhak wajib dilibatkan.
Kalau nggak, ujung-ujungnya bisa ribut panjang dan sampai ke pengadilan seperti kasus ini.
Dan buat kamu yang masih punya warisan keluarga yang belum dibagi, mendingan duduk bareng, omongin baik-baik, sebelum urusannya melebar dan ribet.
Jangan sampai kayak kasus ini: warisan berubah jadi medan konflik keluarga.